12/2/06

Pendidikan Kehumanisan



Seperti biasa, setiap tahun selalu saja terjadi kepanikan dan kebingungan dari para lulusan SMU di Indonesia. Apa lagi kalau bukan kebingungan terhadap nasib mereka selepas SMU, hendak melanjutkan ke mana? Kerja atau kuliah, kalau mencari kerja hanya dengan mengandalkan ijazah lanjutan saja mana bisa, namun kalau memilih kuliah akan tambah bingung lagi. Kebingungan ini tidak hanya menimpa mereka yang kemampuan akademisnya minim tetapi juga mereka yang mempunyai nilai akademik tinggi, kebingungan juga bukan hanya milik mereka yang tidak mampu ekonominya, yang mampupun mengalami kejadian yang serupa. Para lulusan yang tidak pandai atau yang kemampuannya pas-pasan akan kebingungan pula mencari universitas mana yang bisa menampung mereka, sementara para lulusan yang pandai lagi-lagi kebingungan akan memilih dimana diantara beberapa kampus yang telah menerima mereka. Bagi yang tidak mampu ekonominya tidak kalah kelabakannya mencari tempat pendidikan yang murah dan yang kaya kebingungan menentukan berapa uang yang akan disumbangkannya.
Di balik kebingungan-kebingungan itu ada fenomena yang menarik yang perlu mendapatkan perhatian banyak pihak. Banyak lulusan mempunyai kemampuan akademik bagus melakukan pendaftaran ujian masuk di beberapa universitas lagi padahal sebelumnya sudah diterima pada jurusan dan universitas yang mereka inginkan, selanjutnya saya sebut Petualang Sekolah. Berbagai alasan dikemukakan menyangkut tindakan mereka itu. Rata-rata mereka ingin coba-coba, ingin menguji kemampuan, dan ingin menunjukkan kalau dirinya mampu melakukan apa saja. Tindakan tersebut saat ini semakin menjadi-jadi terutama setelah beberapa universitas membuka ujian masuk lokal (ujian sendiri). Adanya program ini seolah menjadi angin surga bagi para petualang sekolah ini. Semakin menciptakan rasa penasaran mereka untuk mencoba dan mencoba.
Tindakan tersebut secara sekilas kelihatannya bukan merupakan masalah yang serius. Akan tetapi apabila diperhatikan secara seksama maka akan terlihat adanya cacat pendidikan, adanya perampasan hak untuk memperoleh pendidikan. Dalam kasus tersebut mengakibatkan banyak lulusan SMU yang terampas haknya untuk menikmati pendidikan tinggi yang mereka inginkan. Karena secara sadar atau tidak para petualang sekolah ini telah menutup peluang bagi lulusan lainnya yang belum diterima. Coba-coba atau uji kemampuan bagi para petualang sekolah berarti hilangnya kesempatan orang lain yang sangat menginginkan jurusan tersebut. Apakah ini bukan kejahatan moral?
Melihat kondisi tersebut nampaknya pada saat ini perlu dilakukan perubahan kurikulum pendidikan yang berlaku di Indonesia, salah satunya dengan mencantumkan materi kehumanisan. Atau paling tidak terdapat materi yang mampu membangkitkan rasa kemanusiaan bagi siswa didik. Meskipun saat ini sudah ada PPKN dan Pendidikan Agama, namun nampaknya keduanya belum mampu mencapai sasaran yang diinginkan. Dengan adanya materi kehumanisan diharapkan siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi akademik tetapi juga diharapkan bisa menjadi seorang yang pandai dan berjiwa sosial. Terutama sekali pada sekolah-sekolah yang berkategori favorit karena tempat tersebut adalah tempat yang paling rawan terhadap praktek-praktek petualangan sekolah. Apabila tidak diatasi sejak dini maka dikhawatirkan tindakan tersebut akan semakin memperparah kehidupan bangsa Indonesia yang akan datang. Banyaknya kasus kejahatan, korupsi, dan terorisme juga sebagai akibat dari gagalnya pemahaman pelajar terhadap masalah kemanusiaan, dengan kata lain pemahaman tentang pendidikan kehumanisan belum ada hasilnya.
Keberhasilan pendidikan humanis akan berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat. Antara masyarakat yang satu dengan yang lain akan saling menghargai, saling menghormati, pengertian, tidak melanggar hak orang lain. Apabila ini bisa diterapkan dengan baik maka secara perlahan dan pasti saya yakin bangsa Indonesia akan mampu membangun negaranya dengan baik. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menciptakan kemakmuran dan keadilan bagi masyarakatnya. Alangkah indahnya impian ini.
bagi anak sekolah
Sayangnya mereka tidak mempertimbangkan sisi humanis dan asas pemerataan. Yang menjadi masalah adalah alasan
dan rata-rata mereka berasal dari sekolah favorit melakukan pendaftaran di beberapa jurusan berbeda. Di sebuah sekolah favorit di bilangan Yogyakarta
Sudah iterima tetapi masih juga daftar dan tidak diambil

No comments: